Karawang,- Abda, mengingatkan teman-temannya bahwa DPR merupakan lembaga kolektif-kolegial di mana tidak ada partai yang berkuasa atau lebih hebat dibandingkan partai lainnya. Meskipun ada porsi kursi yang diperoleh oleh masing-masing partai dalam pemilihan, hal tersebut tidak memberikan kekuasaan langsung atau dominasi. ia menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota dewan atau legislator, pembahasan mengenai kebijakan partai harus dilakukan secara kolektif dan disepakati bersama dengan partai-partai lainnya. Oleh karena itu, tidak ada satu partai pun yang dapat mengklaim memiliki kekuasaan secara mutlak kecuali jika partai tersebut mendapatkan mayoritas kursi, misalnya sekitar 60%, dan masih perlu meraih dukungan dari partai-partai lain untuk mendorong program kerja Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) atau partai lainnya.
Abda (Tokoh Buruh) juga menyoroti Partai Buruh dalam percakapan tersebut. Ia menjelaskan bahwa Partai Buruh merupakan sebuah partai politik yang muncul kembali dengan warna oranye setelah sebelumnya kehilangan minat dan keanggotaan. Pendiri partai ini terdiri dari sekelompok orang, terutama berasal dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Meskipun ada beberapa federasi Serikat Pekerja yang menjadi bagian dari Konfederasi tersebut, tetapi hanya satu federasi yang mendirikan atau memberikan dukungan secara langsung pada Partai Buruh.
Ia mengingatkan bahwa klaim dari Partai Buruh yang menganggap dirinya mewakili seluruh buruh tidak sepenuhnya benar. Ada banyak Serikat Pekerja dan koperasi buruh di Indonesia yang belum menentukan sikap atau mendukung salah satu partai politik. Menurut Abda, partai Buruh seharusnya memiliki posisi tawar yang kuat di Indonesia, mengingat jumlah buruh yang sangat besar. Namun, jika partai ini bergabung dengan partai-partai lain, terutama dalam konteks pemilihan presiden saat ini, hal tersebut dianggap oleh Abda sebagai tidak layak atau tidak menarik.
Abda juga menjelaskan bahwa sebagian besar koperasi buruh terbesar di Indonesia mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Alasan kuat yang dikemukakan adalah karena Ganjar Pranowo dianggap sebagai pemimpin daerah yang peka terhadap buruh dan selalu turun langsung ke lapangan untuk mendengarkan aspirasi mereka. Meski demikian, Abda menyatakan bahwa Partai Buruh tidak memiliki kekuatan untuk menguasai anggota dewan secara langsung. DPR tetap merupakan tempat bagi partai politik, termasuk Partai Buruh, yang harus berdiskusi dan merundingkan rancangan undang-undang dengan partai lain serta melibatkan pemerintah.
ia lebih mendukung agar Partai Buruh menjadi bagian dari oposisi dalam pelaksanaan tugas di DPR. Menurutnya, menjadi oposisi adalah posisi yang lebih tepat bagi Partai Buruh, karena keberadaan oposisi sangat penting dalam sebuah sistem demokrasi. Namun, dia juga menekankan bahwa menjadi oposisi bukan hanya karena tidak mendapatkan jatah menteri atau kekecewaan tidak mendapatkan posisi wakil presiden.
Abda berpendapat bahwa Partai Buruh seharusnya memiliki peran yang lebih kuat dan khusus dalam mewakili kepentingan buruh di Indonesia, mengingat jumlah yang sangat besar. Namun, hal ini hanya bisa tercapai jika Partai Buruh mampu memperoleh dukungan yang kuat dalam pemilihan umum dan memiliki strategi yang efektif dalam perjuangan politik.
Dalam kesimpulannya, Abda menyatakan bahwa partisipasi dan peran Partai Buruh dalam sistem politik Indonesia masih menjadi pertanyaan. Ia berharap agar Partai Buruh dapat memperoleh posisi yang kuat dalam perjuangan politik, tetapi juga menjalankan perannya sebagai lembaga kolektif dan bersama-sama dengan partai-partai lainnya dalam menyusun kebijakan yang menguntungkan bagi masyarakat buruh.